Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah
Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah
Nama Penulis : Satria Wiguna
Mata Kuliah : Fikih, SKI, Akidah Akhlak Pada Madrasah Aliyah
Pendahuluan
Pembahasan
A.Sejarah Lahirnya Daulah Abbasiyah
Kebangkitan Daulah Abbasiyah dimulai dengan gerakan-gerakan perlawanan terhadap kekuasaan Daulah Umayyah di Andalusia pada masa kepemimpinan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Pada masa Umayah, proses Arabisasi sangat kental dalam tampuk kepemimpinan, kurang melibatkan kaum Mawali/Azam (non Arab) dan memberikan denda kepada bangsa-bangsa yang dikuasai serta harus adanya jizyah bagi para muallaf, serta tidak melibatkan kaum Syiah, Kahawarij dalam pemerintahannya. Gerakan-gerakan perlawanan terhadap Daulah Umayyah menemukan momentumnya ketika para tokoh pemrakarsa Daulah Abbasiyah di antaranya Muhammad bin Ali, menjadikan kota Kuffah sebagai pusat kegiatan rintisan kekuasaan yang baru.
Daulah Abbasiyah berkuasa selama hampir enam abad (132-656 H/750-1258 M), didirikan oleh Abul Abbas As Saffah dibantu oleh Abu Muslim Al Khurasani, seorang panglima Muslim yang berasal dari Khurasan, Persia dan Abu Ja’far Al Manshur (754-775 M) yang banyak berjasa dalam membangun pemerintahan Daulah Abbasiyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Daulah ini adalah keturunan Abbas paman Nabi Saw.
Pada mulanya, Daulah Abbasiyah menjadikan Al-Anbar (Al-Hasyimiyah) sebagai pusat pemerintahan pada masa-masa permulaan, setelah beberapa lama ibukota dipindahkan ke Baghdad dan dijadikan ibu kota sekaligus sebagai pusat kegiatan dalam menjalankan roda pemerintahan. Pada masa khalifah Al-Mahdi, wilayah Islam sangat luas, meliputi wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Daulah Umayyah, Jazirah Arab, Afrika dan sebagain wilayah Asia sampai perbatasan China sebelah barat.
B. Periodesasi Kepemimpinan Daulah Abbasiyah
Pemerintahan Daulah Abbasiyah terbagi menjadi lima periode. Dalam setiap periode terjadi perubahan pemegang kekuasaan, sistem pemerintahan dan kebijaksanaan militer. Selama kurang lebih lima setengah abad, pemerintahan Daulah Abbasiyah dipimpin oleh 37 orang khalifah. Berikut ini adalah para khalifah yang memberikan peranan penting dalam perjalanan panjang Daulah AbbasiyahAbul Abbas As-Saffah (750-754 M)
Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, merupakan khalifah pertama pemerintahan Daulah Abbasiyah. memiliki garis nasab yang menisbatkan dirinya kepada Hasyim, buyut Nabi Muhammad Saw. As-Saffah merupakan Khalifah pertama pemerintahan Daulah Abbasiyah.
Kemenangan yang didapatkan atas Daulah Umayyah, menjadikan Daulah Abbasiyah secara otomatis menggantikan pemerintahan sebelumnya. Para pendukung Daulah Abbasiyah diwakili dalam pemerintahan baru. Orang-orang Yahudi, Kristen Nestorian, dan Persia diwakili secara baik dalam pemerintahan Abu al-Abbas dalam meneruskan administrasi pemerintahan Daulah Abbasiyah. Dalam masa pemerintahan As-Saffah juga didirikan pabrik kertas pertama di Samarkand.
Abu al-Abbas adalah seorang revolusioner yang bisa menaungi kaum non-Muslim dan non-Arab. Sangat berbeda dengan Daulah Umayyah yang menolak pasukan dari 2 golongan itu. Pada masa pemerintahannya, saat pasukan Abbasiyah menguasai Khurasan dan Irak, dia keluar dari persembunyiannya dan dibaiat sebagai Khalifah pada tahun 132 H/ 749 M. Setelah itu dia mengalahkan Marwan bin Muhammad dan mengakhiri pemerintahan Daulah Umayyah pada tahun yang sama. Abul Abbas Daulah wafat pada tahun 136 H/753 M dalam usia yang masih sangat muda.
Perkembangan Fase Pemerintahan dan kepemimpinan Daulah Abbasiyah terbagi ke dalam lima periode. Dalam setiap periode terjadi perubahan pemegang kekuasaan, sistem pemerintahan dan kebijaksanaan militer. Selama hampir enam abad para khalifah yang memegang kepemimpinan Daulah Abbasiyah ada 37 orang khalifah.
1. Periode pertama
Periode pertama Daulah Abbasiyah mulai tahun 132 H atau 750 M sampai tahun 232 H atau 847 M. Sejak awal berdiri sampai pemerintahan ke sembilan Abu Ja’far Al-Watsiq, periode ini disebut juga pengaruh Persia pertama. Hal itu disebabkan pemerintahan Daulah Abbasiyah dipengaruhi dengan sangat kuat oleh keluarga dari bangsa Persia, yaitu keluarga Barmak.Usaha militer merupakan kebijakan yang terus menerus dilakukan oleh para khalifah Daulah Abbasiyah sejak yang pertama hingga khalifah terakhir. Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode pertama adalah sebagai berikut:
a. Abu Abbas Daulah (132 H/750M-136 H/754 M)
b. Abu Ja’far Al-Mansur (/754 M -158 H/775 M)
c. Muhammad Al-Mahdi (/775 M-169 H/785 M)
d. Musa Al-Hadi (169 H/785 M-170 H/786 M)
e. Harun Ar-Rasyid (170 H/786 M-193 H/809 M)
f. Abdullah Al-Amin (193 H/809 M-198 H /813 M)
g. Abdullah Al-Makmun (813 M-218 H/833 M)
h. Al Mu’tashim Billah (218 H//833 M-227 H/842 M)
i. Abu Ja’far Al-Watsiq (227 H/842 M-232 H/847 M)
2. Periode kedua
Periode ini berlangsung tahun 232H/847M-334H/945 M). Sejak khalifah Al-Mutawakkil sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Bagdad, dan pengaruh Turki pertama. Disebut demikian karena tentara Turki menjadi tentara Daulah Abbasiyah sangat mendominasi pemerintahan.Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode kedua:
a. Al-Mutawakil (232 H/847 M-247 H/861 M)
b. Al-Muntshir (247 H/861 M-248 H/862 M)
c. Al-Mus`tain (248 H/862 M-252 H/866 M)
d. Al-Mu`taz (252 H/866 M-255 H/869 M)
e. Al-Muhtadi (255 H/869 M-256 H/870 M)
f. Al-Mu`tamid (256 H/870 M-279 H/892 M)
g. Al-Mu`tadhid (279 H/892 M-289 H/902 M)
h. Al-Muktafi (289 H/902 M-295 H/908 M)
i. Al-Muqtadi (295 H/908 M-320 H/932 M)
j. Al-Qohir (320 H/932 M-322 H/934 M)
k. Ar-Rodhi (322 H/934 M-329 H/ 940 M)
l. Al-Muttaqi (329 H/940 M-333 H/944 M)
m. Al-Muktafi (333 H/944 M-334 H/946 M)
3. Periode ketiga
Daulah Abbasiyah periode ini dimulai tahun 334 H/945 M-447 H/1055 M. Sejak berdirinya Daulah Buwaihiyah sampai masuknya Saljuk ke Bagdad. Periode ini disebut juga Periode Persia kedua. Disebut demikian karena pada waktu ini golongan dari bangsa Persia berperan penting dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah, yaitu Daulah Buwaihiyah. Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode ketiga:
a. Al-Muktafi (333 H/944 M-334 H/946M)
b. Al-Muti (334 H/946 M-362 H/974M)
c. At-Tho`i (362 H/974 M-381 H/991M)
d. Al-Qodir (381 H/991 M-422 H/1031M)
Pada periode ini kondisi politik sering tidak stabil karena sering terjadi kemelut dalam pergantian kepemimpinan di antara para penguasa Daulah Buwaihiyah. Pada masa itu, para khalifah bahkan kehilangan legitimasi keagamaannya. Posisi mereka sebagai khotib salat Jum’at banyak diserahkan kepada orang-orang dari kalangan Buwaihiyah.
4.Periode keempat
Daulah Abbasiyah pada periode ini berlangsung dari tahun 447 H/1055 M-590 H/1194 M. Sejak masuknya orang-orang dari Daulah Saljuk di Bagdad dipengaruhi oleh bangsa Turki kedua.Disebut demikian karena pada waktu itu golongan dari bangsa Turki berperan penting dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah, yakni Daulah Saljuk.Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode keempat:
a. Al-Qoyyim (422 H/1031 M-467 H/1075M)
b. Al-Muqtadi (467 H/1075 M-487 H/1094M)
c. Al-Mustazhir (487 H/1094 M-512 H/1118M)
d. Al-Musytarsid (512 H/1118 M-529 H/1135M)
e. Al-Rasyid (529 H/1135 M-530 H/1136M)
f. Al-Mustafi (530 H/1136 M-555 H/1160M)
g. Al-Mustanjid (555 H/1160 M-566 H/1170 M)
h. Al-Mustadi (566 H/1170 M-575 H/1180M)
i. An-Nashir (575 H/1180 M-622 H/1124M)
Periode ini merupakan akhir dari Daulah Saljuk, Khawarizm Syah telah mengakhiri Daulah ini. Para khalifah Daulah Abbasiyah memiliki kekuasaan penuh dalam bidang politik dan keagamaan, hanya saja wilayah kekuasaaannya tidak seluas masa sebelumnya, karena hanya meliputi wilayah Iraq dan sekitarnya
5. Periode kelima
Periode ini di mulai tahun 590 H/1194 M-656 H/1258 M dan tidak lagi dipengaruhi oleh pihak manapun, namun kekuatan politik dan militer Daulah Abbasiyah sudah lemah sehingga kekuasaan mereka hanya meliputi wilayah Irak dan sekitarnya saja. Khalifah Daulah Abbasiyah pada periode kelima:
a. Az-Zahir (622 H/1224 M -623 H/1226M)
b. Al-Mustanshir (623 H/1226 M-640 H/1242M)
c. Al-Musta`shim (640 H/1242 M-656 H/1258M)
Berakhirnya Daulah Abbasiyah datang seiring serangan Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Kota Bagdad dan berbagai peninggalan bersejarah dihancurkan. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Daulah Abbasiyah. Melemahnya Daulah Abbasiyah juga disebabkan oleh faktor politik antar bangsa, yaitu berdirinya daulah-daulah lain disekitar wilayah Daulah Abbasiyah. Diantara daulah-daulah lain yang berdiri di sekitar Daulah Abbasiyah adalah Daulah Umayyah di Andalusia, Daulah Thuluniyah, Daulah Ikhsyidiyah, Daulah Fathimiyah dan Daulah Ayyubiyah di Mesir.
C. Perkembangan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah
Selama beberapa dekade pasca berdirinya pada tahun 132H/750M, Daulah Abbasiyah berhasil melakukan pengawalan atas wilayah-wilayah yang mereka kuasai. Era kepemimpinan khalifah kedua, Abu Ja`far bin `Abdullah bin Muhamad Al-Mansur (137-158H/754-775M), menjadi titik yang cukup krusial dalam proses stabilisasi kekuasaan ini ketika ia mengambil langkah-langkah besar dalam sejarah kepemimpinannya, termasuk di antaranya adalah memindahkan ibu kota dari Al-Anbar (Al-Hasyimiyah) ke Baghdad sebagai ibu kota baru yang kemudian menjadi pusat kegiatan ekonomi, budaya dan kegiatan keilmuan.
Gerakan penerjemahan kemudian menjadi salah satu icon kemajuan peradaban Daulah Abbasiyah tidak lepas dari peranan Al-Mansur sebagai khalifah pertama yang mempelopori gerakan penerjemahan sejumlah buku-buku kuno warisan peradaban pra-Islam. Khalifah Al-Mansur melakukan penerjemahan secara besar-besar buku-buku kuno dari Romawi, Persia dan India dengan menimbang buku seharga emas, sehingga memunculkan para penggiat ilmu pengetahauan dari berbagai kalangan, termasuk dari berbagai segement Islam seperti tokoh-tokoh Sunni, Syiah, bermunculan. Dengan demikian gerakan pembukuan (tasnif) dan kodifikasi (tadwin) ilmu tafsir, hadis, fikih, sastra serta sejarah mengalami perkembangan cukup signifikan.
Pada masa sebelumnya, para pelajar dan ulama dalam melakukan aktivitas keilmuan hanya menggunakan lembaran-lembaran yang belum tersusun rapi. Al-Mansur merupakankhalifah pertama yang memberikan perhatian besar terhadap ilmu-ilmu kuno pra-Islam.
1. Faktor Kemajuan Peradaban Daulah Abbasiyah:
a. Faktor Politik
1) Pindahnya ibu kota negara dari Al-Anbar (Al-Hasyimiyah) ke Bagdad yang dilakukan
oleh Khalifah al-Mansur.
2) Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintah dan istana.
b. Faktor Sosiografi
1) Meningkatnya kemakmuran umat Islam
2) Luasnya wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyak orang Romawi dan Persia yang masuk
Islam dan kemudian menjadi Muslim yang taat.
3) Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
4) Adanya gerakan penerjemahan buku filsafat dan ilmu dari peradaban Yunani dalam Bait al-
Hikmah sehingga menjelma sebagai pusat kegiatan intelektual.
2. Indikator Kemajuan Peradaban Daulah Abbasiyah
a. Perkembangan Ilmu Keagamaan
Di bidang ilmu-ilmu agama, era Daulah Abbasiyah mencatat dimulainya sistematisasi beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadis dan Fikih. Khususnya sejak tahun 143 H, para ulama mulai menyusun buku dalam bentuk yang sistematis baik di bidang ilmu tafsir, hadis maupun fiqh.
Di antara ulama yang terkenal adalah adalah Ibnu Juraij (w. 150 H) yang menulis kumpulan hadis di Mekah, Malik bin Anas (w. 171 H) yang menulis Al-Muwatta’ nya di Madinah, Al-Awza`i di wilayah Syam, Ibnu Abi `Urubah dan Hammad bin Salamah di Basrah, Ma`mar di Yaman, Sufyan al-Tsauri di Kufah, Muhamad bin Ishaq (w. 151 H) yang menulis buku sejarah (Al-Maghazi), Al-Layts bin Sa’ad (w. 175 H) serta Abu Hanifah.
Pada masa ini ilmu tafsir menjadi ilmu mandiri yang terpisah dari ilmu Hadis. Buku tafsir lengkap dari al-Fatihah sampai al-Nas juga mulai disusun. Pertama kali yang melakukan penyusunan tafsir lengkap adalah Yahya bin Ziyad al-Dailamy atau yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Farra. Tapi luput dari catatan Ibnu al-Nadim bahwa `Abd al-Razzaq bin Hammam al-San`ani (w. 211 H) yang hidup sezaman dengan Al-Farra juga telah menyusun sebuah kitab tafsir lengkap yang serupa. Ilmu fikih pada zaman ini juga mencatat sejarah penting, dimana para tokoh yang disebut sebagai empat imam mazhab fikih hidup pada era tersebut, yaitu Abu Hanifah (w.150 H), Malik bin Anas (w. 179 H), Imam As-Syafi`i (w. 204 H) dan Ahmad bin Hanbal (w. 241 H).
Selanjutnya pada awal-awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru penulisan hadis Nabi dalam bentuk musnad. Di antara tokoh yang menulis musnad antara lain Ahmad bin Hanbal, `Ubaidillah bin Musa al-`Absy al-Kufi, Musaddad bin Musarhad al-Basri, Asad bin Musa al-Amawi dan Nu`aym bin Hammad al-Khuza`i. Perkembangan penulisan hadis berikutnya, muncul tren baru yang bisa dikatakan sebagai generasi terbaik sejarah penulisan hadis, yaitu munculnya kecenderungan penulisan hadis yang didahului oleh tahapan penelitian dan pemisahan hadis-hadis sahih dari yang dha`if sebagaimana dilakukan oleh Al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 261 H), Ibnu Majah (w. 273 H), Abu Dawud (w. 275 H), At-Tirmizi (w. 279 H), serta An-Nasa’i (w. 303 H).
b. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Melalui proses penerjemahan filsafat Aristoteles dan Plato. Muncullah para filosuf muslim yang di kemudian hari menghiasi khazanah ilmu pengetahuan Islam. Di antara filosof yang terkenal pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah adalah:
1) Abu Yusuf Ya'qub Ibnu Ishaq Al-Sabah Al-Kindi (811-874 M),
2) Abu Nasir al-Farabi (870-950 M),
3) Abu Ali Al-Husayn bin Abdullah bin Sina/Ibnu Sina (980-1037 M),
4) Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh at-Tujibi bin Bajjah (1085-1138 M),
5) Abu Bakr Muhammad bin 'Abdul Malik bin Muhammad bin Thufail al-Qaisi (1105–1185 M)
6) Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali (1058-1111 M).
Ilmuwan-ilmuwan Muslim yang ahli dalam bidang ilmu kedokteran antara lain
1) ‘Abu Ali Muhammad al-Hasan bin al-Haitham atau Ibnu Hazen (965-1039 M), ahli mata dengan karya optics dan
2) Ibnu Sina (Abu Ali Al-Husayn bin Abdullah bin Sina/Ibnu Sina, 980-1037 M) dengan bukunya Qanun fi Tibb
Ilmu kimia juga termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum Muslimin di antara tokoh kimia yaitu Abu Musa Jabir bin Hayyan Al-Kuffi As-Sufi (721-815 M).
Dalam bidang Matematika dan Sains ilmuwan yang terkenal sampai sekarang adalah :
1) Abu Ja'far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780-850 M), Al-Khawarizmi dengan bukunya al-Jabr wa al-Mukabala yang merupakan buku pertama sesungguhnya ilmu pasti yang sistematis. Dari bukunya inilah berasal istilah aljabar dan logaritma dalam matematika. Bahkan kemajuan ilmu matematika yang dicapai pada masa ini telah menyumbangkan pemakaian angka-angka Arab dalam matematika.
2) Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Kathir al-Farghani (833-870 M) dan
3) Abu Raihan Al-Biruni (973- 1048 M).
Dalam bidang sejarah, ulama yang terkenal antara lain:
1) Muhammad bin Ishaq bin Yasar (704-768 M),
2) Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam bin Ayyub Al-Himyari Al-Muafiri Al-Basri (Ibnu Hisyam w. 834 M),
3) Abu Abdullah Muhammad bin Umar Al-Waqidi (747-823 M),
4) Abdullah bin Muslim bin Qutaibah al-Dainuri al-Marwazi (Ibnu Quthaibah, 828-889 M),
5) Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabari (At-Thabari, 838-923 M).
Dalam bidang ilmu bumi atau geografi ulama yang terkenal :
1) Ahmad bin Abi Ya'qub Ishaq bin Ja'far bin Wahab bin Waddih (al-Yakubi, w. 897 M) terkenal dengan karyanya al-Buldan,
2) Abul Qasim Ubaidullah bin Abdullah bin Khurdadzbih (Ibnu Kharzabah, k. 820–912 M) bukunya berjudul al-Mawalik wa al-Mawalik,
3) Abu al-Mundhir Hisham bin Muhammed bin al-Sa'ib bin Bishr al-Kalbi (Hisham al-Kalbi, 737-819 M) terkenal pada abad ke-9 M, khususnya dalam studinya mengenai bidang kawasan Arab.
c. Bidang Sosial Budaya
Di antara kemajuan dalam bidang sosial budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan asimilasi masyarakat. Seni arsitektur yang dipakai dalam pembangunan istana dan kota-kota, seperti pada istana Al-Qasrul Zahabi, dan Qasrul Khuldi, sementara bangunan kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya. Al-Qasr Az-Zahabi (Istana Emas) nama ini melambangkan keagungan dan kemegahan istana yang dibangun oleh Daulah Abbasiyah karena sebagian besar sisi istananya dihias dan dilapisi emas. Masyarakat merasakan keamanan dan ketertiban yang terjaga dengan baik. Kehidupan sosial dan masyarakat pada masa itu juga tertata dengan baik.
d. Bidang Politik dan Militer
Pemerintah Daulah Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut Diwanul Jundi. Departemen ini yang mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan. Pembentukan lembaga ini didasari atas kenyataan politik militer bahwa pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, banyak terjadi pemberontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Daulah Abbasiyah.
Sistem politik Daulah Abbasiyah terbiang unik, karena daulah ini melibatkan beberapa bangsa dalam pemerintahannya bahkan dalam periode tertentu jabatan Perdana Menteri dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan yang dikenal wazir dari Barmak, sementara militer lebih banyak melibatkan orang-orang dari Turki. Masing-masing bangsa berusaha untuk bersaing dan berkuasa sehingga memunculkan beberapa periodesasi bangsa yang berbeda dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah.
e.Bidang Pembangunan dan Tempat Peribadatan
Di antara kota pusat peradaban Islam pada masa Daulah Abbasiyyah yang cukup terkenal adalah Bagdad dan Samarra. Baghdad dirikan olehKhalifah Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) terletak di tepi sungai Tigris. Samarra terletak di sebelah timur kota Tigris kurang lebih 60 km dari Bagdad, Suasana kota sangat nyaman, indah dan teratur. Di antara bentuk bangunan yang dijadikan sebagai pusat-pusat pendidikan adalah:
1) Madrasah (An-Nizamiyah); didirikan oleh Nizam al-Mulk beliau seorang perdana menteri pada tahun 456-486 H. Madrasah banyak terdapat dikota-kota antara lain di Bagdad, Isfahan, Nisabur, Basra, Tabristan, Hara dan Mosul,
2) Kuttab; merupakan lembaga pendidikan tingkat dasar sampai menengah,
3) Masjid; Masjid pada umumnya dijadikan sebagai tempat belajar tingkat tinggi dan takhasus,
4) Majelis Munazarah; Merupakan tempat pertemuan para pujangga, ahli fikir dan pada sarjana untuk membahas masalah-masalah ilmiah, majelis ini dapat dijumpai di kota-kota besar lainya,
5) Baitul Hikmah; Tempat ini merupakan perpustakan pusat, yang di bangun oleh khalifah Harun al-Rasyid dan di lanjutkan oleh khalifah Al-Makmun.
D.Kemunduran Daulah Abbasiyah
Banyak faktor yang menyebabkan Khalifah Daulah Abbasiyah menjadi mundur. Disamping kelemahan pada pribadi para Khalifah Daulah Abbasiyah, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Daulah Abbasiyah :
1. Faktor Internal
a. Gaya hidup mewah di kalangan penguasa
Pencapaian luar biasa dalam bidang peradaban dan kebudayaan yang dicapai Daulah Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung glamour, membuat para pengasa banyak yang terlena dan cenderung kurang memperhatikan urusan-urusan negara. Hal ini menjadi awal mula melemahnya kepemimpinan dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah.
b. Persaingan Antar Bangsa
Orang-orang Persia masih merasa tidak puas atas posisi yang didapatkan dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah. Mereka menginginkan sebuah Daulah dengan khalifah dan pegawai dari Persia pula. Bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia Islam.Setelah Al-Mutawakkil naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyah sebenarnya telah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Daulah Buwaih, bangsa Persia pada periode ketiga dan selanjutnya beralih kepada Daulah Saljuk pada periode keempat.
c. Kemerosotan Ekonomi
Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Pendapatan yang masuk lebih besar dari pengeluaran, sehingga Baitul Mal penuh dengan harta. Setelah Daulah Abbasiyah memasuki periode kemunduran, pendapatan menurun, sementara pengeluaran semakin meningkat lebih besar.Menurunnya pendapatan tersebut disebabkan oleh semakin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya kerusuhan dalam negeri mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya daulah-daulah kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
d. Konflik Keagamaan
Persoalan fundamental dalam kegiatan keagamaan juga ikut berperan dalam menambah beban persoalan pemerintah. Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara Muslim dan zindik atau Ahlussunnah dengan Syi`ah saja, tetapi juga antar aliran dalam Islam. Munculnya perbedaan pendapat yang tidak terselesaikan memicu konflik yang berkepanjangan.
2. Faktor Eksternal
Selainfaktoryang muncul dari dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah, ada juga faktor dari luar yang menyebabkan Daulah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
a. Perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Perang salib adalah perang yang dilancarkan oleh tentara-tentara Kristen dari berbagai kerajaan di Eropa Barat terhadap umat Islam di Asia Barat dan Mesir. Dikatakan perang salib karena tentara Kristen membawa simbol salib dalam memerangi umat islam di berbagai wilayah.
b. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.
Penutupan
1. Zaman Daulah Abbasiyah yang pertama merupakan puncak keemasan daulah ini. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Pada masa tersebut, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tertinggi, kaum Muslimin mulai berhubungan dengan kebudayaan asing, seperti kebudayaan Persi, Hindu, dan Yunani. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat.
2. Daulah Abbasiyah (750-1258 M) merupakan Daulah yang menelurkan konsep-konsep keemasan Islam dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan. Zaman keemasan Islam yang ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan diberbagai sektor telah membawa kemakmuran tersendiri pada masyarakat saat itu.
3. Kemajuan di segala bidang yang diperoleh Daulah Abbasiyah menempatkan bahwa Daulah Abbasiyah lebih baik dari daulah sebelumnya. Di samping itu, pada masa Daulah ini banyak lahir tokoh-tokoh intelektual Muslim yang sangat berpengaruh hingga saat ini, di antaranya: Al-Farabi, Ibnu Haitam, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Al-Khawarizmi, Al-Battani, al-Farghani, al-Bathiani, al-Biruni, At-Thabari dan lain-lain.
Referensi:
Achmadi Wahid, dkk, Menjelajahi Peradaban Islam, (Pustaka Insan Madani, Sleman, 2006)
Ahmad Ibrahim, dkk, Islam di Asia Tenggara, (Jakarta:LP3ES,1989).
Ahmad Sya’labi, Sejarah Kebudayaan Islam 1, 2 dan 3, (Jakarta: Pustaka al-Husna. 1979)
Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia1989).
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2008).
BJ Bolland, Pergumulan Islam di Indonesia, (Jakarta, Grafiti Press, 1985).
Daliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta , LP3ES, 1980)
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
DEPAG RI, Sejarah Kebudayaan Islam, (Kelas III, 2002)
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya I, (Jakarta: UI Press, 1985)
Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. (Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 2003)
Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogjakarta: Kota Kembang, 1989)
Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam; Bagian Kesatu dan Dua, terj. Ghufron A.
Mas’adi. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999)
Machfud Syaefudin, dkk, Dinamika Peradaban Islam: Perspektif Historis (Yogyakarta:
Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2013)
Nasution, Harun, Pembaruan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. (Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 2011).
Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj. Cecep Lukman dkk. (Jakarta: Serambi Ilmu, 2010)
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam. Cet. II; (Jakarta: Amzah. 2010)
Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam: Dari Klasik Hingga Modern. (Yogyakarta:
Lesfi, 2012)
Komentar
Posting Komentar