Adab Berpakaian, Berhias, Perjalanan,Bertamu Dan Menerima Tamuertamu Dan Menerima Tamu

Adab Berpakaian, Berhias, Perjalanan,Bertamu Dan Menerima Tamuertamu Dan Menerima Tamu

Penulis : Satria Wiguna

Pembahasan
A. Adab Berpakaian

    Al-Qur’an paling tidak menggunakan tiga istilah untuk pakaian, yaitu: libās, tsiyāb, dan sarabīl. Kata libās disebutkan sebanyak sepuluh kali, tsiyāb sebanyak delapan kali, sedangkan sarabīl ditemukan sebanyak tiga kali. Libās pada mulanya berarti penutup, hal ini cocok untuk sesuai dengan fungsi pakaian, yaitu sebagai penutup. Kata libās digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan pakaian lahir dan batin. Pakaian dinamai tsiyāb, atau tsaub karena ide dasar adanya bahan-bahan pakaian adalah agar dipakai. Sedangkan kata sarabīl berarti pakaian dalam artian apapun bahannya.
Fungsi Pakaian
1. Penutup Aurat
2. Perhiasan 
3. Melindungi dari Bencana
4. Penunjuk Identitas

B. Adab Berhias
    Berhias adalah naluri yang dimiliki oleh setiap manusia. Berhias telah menjadi kebutuhan dasar manusia sesuai dengan tingkat peradaban, dan tingkat sosial. Berhias dalam ajaran Islam bertujuan untuk ibadah dan mencari ridha Allah. Berhias dalam Bahasa Arab disebut dengan kata “tazayyana-yatazayyanu”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhias diartikan; “usaha memperelok diri dengan pakaian ataupun lainnya yang indah-indah, berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik.”
    Secara istilah berhias dapat dimaknai sebagai upaya setiap orang untuk memperindah diri dengan berbagai busana, hiasan ataupun yang lain dan dapat memperindah diri bagi pemakainya, sehingga memunculkan kesan indah bagi yang menyaksikan serta menambah rasa percaya diri.
Rambu-rambu yang harus ditaati oleh seorang muslim dalam berhias antara lain:
a. Niat yang lurus, yaitu berhias hanya untuk beribadah, artinya segala bentuk kegiatan berhias diorientasikan sebagai bentuk nyata bersyukur atas nikmat dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
b. Dalam berhias tidak dibenarkan menggunakan bahan-bahan yang dilarang agama.
c. Dilarang berhias dengan menggunakan simbol-simbol non muslim.
d. Tidak berlebih-lebihan
e. Dilarang berhias seperti cara berhiasnya orang-orang jahiliyah
f. Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis kelamin,
g. Dilarang berhias untuk keperluan berfoya-foya atau pun riya’.

Membiasakan Adab Berhias
    Sejak awal agama Islam telah menanamkan kesadaran akan kewajiban pemeluknya untuk menjaga sopan santun dalam kaitannya dengan berhias ataupun berdandan, dengan cara menentukan bahan, bentuk, ukuran dan batasan aurat yang harus dijaga
    Berhias merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman, nilai keindahan dan kekhasan dalam berhias menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan kegiatan berhias atau berdandan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai model menurut fungsi dan momentumnya, sehingga berhias dapat menyatakan identitas diri seseorang.
    Islam mengajarkan untuk hidup secara wajar, berpakaian secara wajar, berhias secara lazim, jangan kurang dan jangan berlebihan. Ada beberapa hal yang diharamkan dalam perhiasan:
a. Bagi laki-laki memakai emas dan sutera.
b. Pakaian yang mempertajam bagian tubuh (pakaian ketat)
c. Laki-laki menyerupai wanita dan wanita menyerupai laki-laki.
d. Pakaian yang berlebih-lebihan dan untuk kesombongan.
e. Tato dan mengikir gigi.
f. Menipiskan alis.
g. Menyambung rambut.

C. Adab Perjalanan
1. Pengertian Adab Perjalanan
    Kebiasaan untuk mengadakan suatu perjalanan dengan berbagai keperluan (terutama berdagang) telah menjadi kebiasaan masyarakat Arab sebelum Islam lahir. Dalam Bahasa Arab ditemukan kata "rihlah atau safar" yang mempunyai pengertian sama dengan perjalanan. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan makna perjalanan sebagai perihal (cara, gerakan, dan sebagainya) berjalan atau bepergian dari satu tempat ke tempat lain untuk suatu tujuan. Secara istilah, perjalanan diartikan sebagai suatu aktifitas untuk keluar atau meninggalkan rumah dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan yang mengantarkan kepada tujuan dengan maksud atau tujuan tertentu.
2. Bentuk Adab Perjalanan
a. Adab sebelum berangkat.
    Dalam kehidupan sehari-hari maka kegiatan manusia tidak bisa dipisahkan dengan aktifitas di luar rumah. Keluar rumah dimulai dengan pamitan atau minta ijin kepada orang tua. Apabila mengadakan perjalanan jauh maka pamitan kepada para tetangga adalah patut untuk dilakukan. Ketika meninggalkan rumah seraya berdoa sebagai berikut:
b. Adab ketika di perjalanan
    Apabila bepergian menggunakan kendaraan, maka segera membaca doa sebagai berikut:


Penutup

1. Ide dasar yang terdapat dalam diri manusia adalah tertutupnya aurat. Namun karena godaan setan maka aurat manusia menjadi terbuka. Untuk itu konsep berpakaian/ menutup aurat adalah sejalan dengan adanya manusia itu sendiri, yaitu Adam dan Hawa.
2. Dalam konteks kehidupan modern, pakaian bukan sekedar difungsikan untuk menutup aurat, dan melindungi tubuh dari sengatan matahari dan bencana tetapi juga difungsikan untuk meningkatkan keindahan bagi pemakainya. Dari sinilah berkembangnya mode pakaian.
3. Mencintai keindahan adalah fitrah manusia yang dicapainya melalui kegiatan berhias. Islam mengajarkan, berhias bukan hanya untuk memenuhi selera keindahan diri sendiri dan sosial, tetapi lebih diutamakan untuk beribadah kepada Allah Swt.
4. Safar atau perjalanan adalah kebiasaan umat manusia sejak dahulu kala. Kebiasaan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keimanan kepada Allah Swt., Kemajuan bangsa-bangsa terdahulu tidak terlepas dari kebiasaanya mengadakan perjalanan walaupun ke daerah baru yang sama sekali belum pernah dikunjunginya.
5. Sebagai manusia sosial, maka manusia senantiasa cenderung untuk mengadakan komunikasi dengan yang lainnya. Berkomunikasi dengan orang lain melahirkan suatu tradisi bertamu dan menerima tamu. Untuk menjaga etika/akhlak bertamu dan menerima tamu maka perlu adanya kode etik yang harus dipahami bersama antara orang yang bertamu dan yang menerima tamu

Daftar Pustaka
Abdullah, Amin, Falsafah Kalam Di Era Postmodernisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995).
Abdullah, M. Yatimin, Drs., MA, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2008).
Alba, Cecep H., Dr.,MA., Tasawuf dan Tarekat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014).
Al-Ghazali, Muhammad, Khuluk Al-Muslim, (Kuwait: Dal Al-Bayan, 1970).
Ali, Moh. Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 1998).
Al-Mishri, Badruttamam Basya, Tasawuf Anak Muda, (Jakarta: Pustaka Group, 2009).
Al-Mishri, Muhammad Abdul Hadi, Manhaj dan Aqidah Ahlussunah Wakl-Jama’ah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994).
Amin, K.H. Mustaghfirin, Tasawuf dan Etos Kerja, (Malang: PT. Latif Kitto Mahesa, 2016).
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001).
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983).
Asmaran AS, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: Rajawali, 1994).
Azzahra, Mukrima, Terj. Ensikoledia Dosa-Dosa Besar, (Jakarta: Zaman, 2016)
Bajuri, Moh. Karnawi, Kamus Aliran Dan Faham, (Surabaya: Indah, 1989).
Barmawi, Bakir Yusuf, Konsep Iman Dan Kufur Dalam Teologi Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987).
Bishri, M.Fil.I, Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009).
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam-Cet.4, Ensiklopedi Islam , (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 2002).
Faruq, Umar, Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Amani, 2013).
Ghozi, Ali, Akhlak Pergaulan Remaja, (Jakarta Timur: Rizky Grafis, 2010).
Halim, Samir Abdul,... (et al.) Ensiklopedia Sains Islami, (Tangerang: PT. Kamil Pustaka, 2015).
Hanafi, A., Pengantar Theology Islam, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1980).
Hasyim, Umar, Apakah Anda Termasuk Golongan Ahlus Al-Sunnah Wal Jama'ah, (Surabaya : Bina Ilmu, 1986).
Khan, Wahiduddin, Kritik terhadap Ilmu fikih, tasawuf dan Ilmu Kalam, Penerjemah Nurhakim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994).
Kurniawan, Iwan, Mutiara Ikhya’ ‘Ulumuddin, Ringkasan Yang Ditulis Sendiri Oleh Sang Hujjatul Islam, (Bandung: Mizan, 2016).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyusunan Alokasi Waktu Pembelajaran

Pahala Membaca Al Qur'an

Penyusunan Kalender Pendidikan di Sekolah/Madrasah